Jong Sumatranen Bond hanyalah perkumpulan pelajar-pelajar muda dari Sumatera, yang identik perkumpulan pelajar minangkabau. Siapa yang dapat menyangka, organisasi pelajar yang masih ingusan ini bisa melahirkan founding father bangsa ini (Indonesia), seperi Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, M. Tamsil, Bahder Johan, Mr. Assaat, Abu Hanifah, Adenan Kapau Gani, dll.
Mengapa saya sebutkan identik dengan minangkabau? Sebab dari ke enam cabang JSB, empat berada pulau Jawa dan dua di Sumatra, yakni di Padang dan Bukittinggi. Selain itu pelajar-pelajar yang berasal dari tapanuli, seperti Amir Sjarifudin, Sanusi Pane, Burhanuddin Harahap, dll beberapa tahun kemudian memisahkan diri dari JSB untuk mendirikan organisasi sendiri, yaitu Jong Batak.
Kongres Kebudayaan Minangkabau adalah suatu upaya mengembalikan masyarakat minangkabau pada tatanan asli masyarakatnya yang dikenal dengan adagium Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK). Yang disebut dengan masyarakat minangkabau disini adalah 625 nagari di 11 Kabupaten & 62 Kerapatan Adat Nagari di 7 Kota yang ada di Sumatera Barat (minus kabupaten Kepulauan Mentawai). Selaras dengan itu, Kongres Kebudayaan Minangkabau juga akan membahas 4 topik lainnya yang akan menindaklanjuti implementasi ABS SBK di ranah minang. Berikut kelima topik yang akan dibahas bersama-sama dalam KKM 2010, yaitu :
- Pedoman pengamalan ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) sebagai jati diri Minangkabau;
- Pembangunan nagari dan kesejahteraan masyarakat petani;
- Pendayagunaan potensi maritim dan kesejahteraan masyarakat pesisir;
- Pemulihan hak atas tanah ulayat; dan
- Kesiagaan terhadap bencana.
Secara konkrit, KKM 2010 mencoba menjalin komunikasi seluruh nagari-nagari & KAN kota yang ada di Sumatera Barat dalam membahas kelima topik tersebut, apakah bisa disepakati, diteruskan pengkajiannya, ditolak dan sebagainya. Sebab saya melihat dengan hadir 2 utusan untuk masing-masing nagari & KAN Kota ini (total 1.374 peserta) adalah perwakilan dari etnik minangkabau yang sangat layak mewakili pendapat masyarakat minangkabau. Tentunya masing-masing utusan ini ditunjuk langsung oleh nagari-nagari & KAN kota sebagai implementasi “mambasuik dari bumi” yang merupakan salah satu point penting dalam kultur minangkabau.
Lalu apa hubungan antara Jong Sumatranen Bond dengan KKM 2010? Secara ekplisit, JSB dengan KKM 2010 sama-sama ditentang oleh elit masyarakatnya. Dalam catatan perjalanan JSB, gerakan pelajar ini ditentang keras oleh pemangku adat minangkabau pada masa itu, begitu pula dari kalangan jurnalis.
—Kelahiran JSB pada mulanya banyak diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan perkumpulan sendiri. Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang dimotori oleh kaum muda ini. Mereka menganggap gerakan modern JSB sebagai ancaman bagi adat Minang. Aktivis JSB, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada edisi perdana Jong Sumatra.—
Ancaman adat minangkabau sebenarnya cenderung pada ancaman stabilitas yang memang saat itu dipegang oleh kaum tua di minangkabau. Sebab ide awal organisasi berasal dari rantau, dari sekelompok pelajar yang memang belum mendapat tempat secara kultural pada adat & budaya minangkabau di masa itu. Pemangku adat merasa nyaman dengan kondisinya, dimana keberadaan mereka mendapat tempat dimata pemerintahan kolonial Belanda, dan mengiginkan kondisi yang tetap tanpa ada perubahan-perubahan yang mengganggu stabilitas “statusquo” dimasa itu. Lagi pula, dalam adat & budaya minangkabau pemuda merupakan kelompok terakhir dari masyarakata minangkabau yang dianggap masih “mudo & matah”.
Begitu pula saat ini yang dialami oleh penggagas & pendukung KKM 2010. Dimana elit politik minangkabau seperti pengurus Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) , Limbago Pucuak Adat Alam Minangkabau, Bundo Kanduang, tetap menginginkan statusquo tetap berlangsung seperti selama ini, dengan anggapan para penggagas akan merusak tatanan adat istiadat minangkabau yang disebut “adat salingka nagari”. Padahal apabila kita tanyakan pada kelompok-kelompok elit politik minangkabau ini, adakah penjabaran yang jelas mengenai Adat Salingka Nagari (ASN) yang jumlahnya lebih 500 Kerapatan Adat Nagari (KAN) itu, saya kira lembaga ini tidak memiliki arsipnya, walau sudah puluhan tahun berdiri sebagai lembaga pemangku adat. Begitu pula komunikasi rutin antar lembaga-lembaga adat minangkabau dengan ke 625 nagari & 62 KAN kota yang ada di Sumatera Barat, saya kira sampai saat ini komunikasi itu memang kurang jelas. Malah salah satu budayawan minangkabau yang menolak KKM 2010 – Wisran Hadi – menganggap LKAAM saat ini adalah organisasi yang tidak berakar di nagari-nagari.
Para budayawan & seniman yang tergabung dalam Dewan Kesenian Sumatera Barat (DKSB) turut serta menolak KKM ini, merupakan salah satu bagian dari stakeholder yang ada diranah minang, seraya mengamini KKM 2010 akan merusak adat & budaya minangkabau yang selama ini menurut para budayawan & seniman masih terpelihara dengan baik.
— Salamoko cupak dialiah urang panggaleh jalan dialiah urang lalu, lah manjadi keluh kesah mayarakat Minang baiak di ranah maupun nan dirantau. Kebudayaan baru nan tumbuah dan bakambang ; Baralek jo orgen tunggal jo tarian jantan padusi bak karo dipantak salimbado, hidangan tuak jo minuman kareh, hiburan judi jo ampok ringan, dilua itu lokalisasi prostitusi lah ado pulo. Ambo yakin para Budayawan Minang nan manantang KKM ko indak akan mampadiakan kebudayaan baru ko tumbuah subur , walau salamo ko alun batindak mambasmino. (H Julius Inyiak Malako, pituo adat suku Malayu Baso, Kab. Agam) —
http://www.youtube.com/watch?v=RAEoQX4IyPI
Belum adanya sinergi antara lembaga-lembaga adat minangkabau serta organisasi-organisasi di ranah minang bersama para ulamanya dalam menyikapi otonomi daerah yang sudah berlangsung sejak 1999 bersamaan dengan kembali diterapkan sistem pemerintahan nagari di 11 kabupaten di Sumatera Barat menimbulkan keinginan dari pengagas KKM 2010 untuk mengupayakan hal ini, sehingga kondisi-kondisi yang tidak sesuai dengan ABS SBK dan diminimalisir perlahan-lahan.
Dimana semangat masyarakat kembali pada kultur budaya minangkabau & penerapan azas-azas agama Islam sebagaimana yang disebutkan dalam adagium ABS SBK. Cukup banyak kontradiksi yang terjadi pada masyarakat minangkabau saat ini,dimana selama 20 tahun sistem pemerintahan nagari itu terhapus sejak berlakunya UU nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.
Selama 10 tahun terakhir ini pula, penulis melihat adanya lokasi prostitusi terselubung (setidaknya selama penulis menetap di kota Padang sejak 1 Agutus 2000) ditengah-tengah pusat perbelanjaan kota Padang yang berkedok salon icak-icak. Bisa dijangkau oleh siapa saja asalkan memiliki beberapa lembar uang puluhan ribu. Padahal seluruh lembaga/organisasi/institusi minangkabau menumpuk bersekretariat di kota pusat pemerintahan Sumatera Barat.
Begitu juga keberadaan hotel kelas melati yang khusus untuk kegiatan prostitusi, yang dimiliki oleh Komando Resor Militer (Korem) 032 Wirabraja & Polda Sumbar. Disinyalir hotel-hotel ini “kebal” terhadap razia Polisi Pamong Praja, sebab dimiliki oleh lembaga militer & aparatur keamanan yang bekerjasama dengan seorang pengusaha asal Surian.
Dunsanak sekalian, adalah perbuatan yang keji dalam ajaran agama Islam, membiarkan kemaksiatan terjadi disekitar kita, apalagi di ranah minangkabau ini, yang berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Selama 10 tahun terakhir ini pula, penulis tidak pernah mendengar organisasi/lembaga/institusi meminta aparatur pemerintahan memberi teguran atau mencabut izin usaha-usaha zalim tersebut, dimana aparat Polisi Pamong Praja hanya sebatas mengejar “taxi biru” yang kerap menjajakan pejaja seks komersial di kota Padang.
Dalam dinamika persiapan KKM 2010 ini, terdapat banyak pertentangan, penolakan bahkan penghujatan serta memutarbalikan fakta dengan mempengaruhi masyarakat dalam banyak pemberitaan di media massa Sumatera Barat. Sejak persiapan dilakukan mulai awal tahun 2010, para elit politik minangkabau ini menolak atau menghindari ajakan untuk bermusyawarah untuk mufakat untuk menyelesaikan perbedaan faham tentang KKM 2010. Dalam penolakannya, para tokoh penggerak (aktor intelektual) melakukan cara-cara yang sangat jauh dari kutural adat minangkabau maupun kepada ajaran agama Islam, dengan mengirim surat yang tembusannya sampai ke tingkat Presiden RI , ketua DPD RI dan beberapa menteri kabinet Indonesia Bersatu II tanpa ada dialog terlebih dahulu.
Menyebarkan isu-isu yang tidak benar dan memutar-balikkan maksud dan tujuan diadakannya KKM 2010, yaitu bahwa KKM 2010 akan mengganti sistem kekerabatan matrilineal menjadi sistem kekerabatan patrilineal atau parental, yang sama sekali tidak benar. Sehubungan dengan isu-isu dan pemutarbalikan tersebut , menghasut para pengikutnya untuk melakukan konflik fisik dengan para pendukung KKM 2010. Tindakan-tindakan ini secara tidak langsung berusaha membungkam hak warga negara Republik Indonesia untuk menyampaikan fikirannya dengan lisan dan tulisan.
Ditengah kegalauan ini, ada setitik cahaya yang sangat menyejukan, dimana sekelompok kecil masyarakat petani digalang oleh seorang Masril Koto yang hanya menempuh pendidikan formal kelas 4 SD, mencoba menggalang kemandirian ribuan petani di ratusan nagari-nagari yang ada di ranah minang. Hal yang dilakukan si Maih sejak 2003 seharusnya memberikan inspirasi bagi stakeholder yang ada di ranah minang & diperantauan, bahwa pendidikan tinggi & keahlian berdebat saja tidaklah cukup, tanpa dibarengi hati yang ikhlas membawa perubahan ke arah yang lebih baik untuk masyarakat minangkabau, yang tersebar di 625 nagari & 62 KAN kota serta 2/3 populasi minangkabau yang berada diperantauan.
Sebagai generasi muda minangkabau, saya hanya bisa menuturkan, tatanan masyarakat minangkabau memang telah lama bergeser, dimana elit-elit minangkabau saat ini masih bersifat “kenagarian” & mahir berbicara namun kurang mahir turun langsung ke masyarakat. Kita harus belajar kembali bagaimana Jong Sumatranen Bond bisa berpikir dalam skala yang luas, padahal ketika itu negara Indonesia enta berada dimana.
wasalam
***tulisan ini tidak memiliki maksud politis, sebagai cerminan untuk generasi muda agar lebih gigih melakukan perbaikan-perbaikan untuk masyaralat minangkabau yang selama ini gagal dilakukan oleh generasi tua.